Besok, tepatnya, di medio, Selasa, 14 Januari 2014, semua kaum Muslimin di Indonesia akan merayakan atau memperingati hari
lahir Sang Pencerah, Nabi terakhir, penutup dari para Nabi yakni
junjungan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Lebih familiar disebut Maulid
Nabi Muhammad SAW. Atau, Maulud Nabi. Semua penjuru tanah air ini
merayakan atau memperingati hari kelahirannya. Dan pada tahun ini
memasuki tahun 1435 Hijriyah pada hitungan Tahun Islam.
Jika menurut istilah pengertian Maulid Nabi Muhammad SAW atau Bahasa Arabnya mawlid an-nabi
adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang di Indonesia
perayaannya jatuh pada setiap tanggal, 12 Rabiul Awwal dalam penanggalan
Hijriyah. Dan menurut bahasa pengertian kata mauled atau milad dalam
Bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan dimana merupakan tradisi yang
berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Secara
substansi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah sebuah ekspresi
kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW seluruh umat di
dunia.
Maka
malam ini ataupun besok kaum Muslimin sudah mulai merayakan dan
memperingan Nabi Muhammad SAW. Siapapun kita sudah pantas menjunjung dan
menghaturkan shalawat serta salam padanya. Nabi paling sempurna! Tanpa
cacat dan dosa. (Ini ketika saat Nabi Muhammad masih usia belia saat
menggembala kambing di gurun kalbunya sudah disucikan oleh malaikat
Jibril dengan air zam-zam).
Dan inilah sejarah awal mula Maulid Nabi Muhammad SAW
Sebenarnya
sejarah awal mula Maulid Nabi Muhammad SAW ada dua pendapat yang saya
ketahui. Namun dalam tulisan ini saya bukan mencari perbedaannya atau
bagaimana sejarah awal memperingati hari lahir Nabi Muhammad berkembang.
Apalagi membicarakan bid’ah tentang peringatan ini tetapi melainkan
saya hanya menuliskan dari sudut pandang kecintaan kaum Muslimin pada
junjungan Baginda Rasulullah SAW. Itu saja. Bukan dari mana awal muasal
hari kelahiran itu bersumber dan segala bid’ahnya itu. Saya tidak
membahas hal itu di sini.
Memang ada yang mengatakan Maulid Nabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati untuk
membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang
berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa,
yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.
Kita
mengenal musim itu sebagai Perang Salib atau The Crusade di tahun 1099
M. Tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil
Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan
dan persaudaraan ukhuwah. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari
Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang
persatuan spiritual.
Sultan
Salahuddin Al-Ayyubi ketika ia menjabat menjadi seorang gubernur pada
tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub. Dia
mengatakan; bahwa semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali
dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Dia mengimbau
umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12
Rabiul Awal kalender Hijriyah, yang setiap tahun berlalu seharusnya
dirayakan secara massal.
Ketika
Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad yakni
An-Nashir, ternyata khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan
Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai penguasa haramain
(dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada
seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing
segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa
mulai tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal dirayakan
sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan
semangat umat Islam.
Tetapi
menurut para ahli sejarah, seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn al-Jauzi,
Ibn Kathir, al-Hafizh al-Sakhawi, al-Hafizh al-Suyuthi dan lainnya telah
bersepakat menyatakan bahawa orang yang pertama kali mengadakan
peringatan maulid adalah Sultan al-Muzhaffar, bukan dari Shalahuddin
al-Ayyubi.
Awal Maulid Nabi Muhammad SAW berkembang di Indonesia.
Dalam
sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau
Muludan sudah dilakukan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan
berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain
sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi
disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten
Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW disebut “Gerebeg Mulud”. Kata “gerebeg”
artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari
keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi Muhammad
SAW, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan
sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso
(menyambut Idul Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).
Maka
dari itu tidak menyampingkan persoalan apakah peringatan merayakan
kelahiran Nabi Muhammad SAW ini adalah bid’ah atau tidak. Bagi saya
dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji sudah dikisahkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syqfa’at kepadanya di Hari Kiamat.” Pun diaminkan pula oleh Umar bin Khattab. “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”
Jadi
saya tidak ada alasan mengatakan bahwa memperingati perayaan hari lahir
Nabi Muhammad SAW itu bid’ah atau tidak. Sebab sudah terjawab jelas
dari sabda tersebut di atas.
Wallahua’lambishowab.
Posting Komentar