Peluang peningkatan ekspor furniture dan produk kerajinan berbahan baku kayu ke Uni Eropa semakin terbuka luas, seiring dengan diakuinya kebijakan sistem verifikasi legalitas kayu (SLVK) oleh negara-negara kawasan tersebut.

"Kami harapkan nilai ekspor furniture nasional terus meningkat. Terlebih kayu asal Indonesia telah diakui kualitasnya oleh negara-negara anggota Uni Eropa," kata Wamenperin Alex SW Retraubun pada pembukaan pameran furniture dan produk interior di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan kebijakan SLVK yang menjamin legalitas bahan baku kayu bagi industri furniture tersebut telah resmi diakui Uni Eropa melalui perjanjian Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement pada 30 September 2013 di Brussel.

Selama ini tujuan utama ekspor furniture Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Perancis, Jepang, Inggris, dan Belanda. Pada Januari-Juli 2013 ekspor furniture kayu telah mencapai 711,3 juta dolar AS dan ekspor rotan olahan mencapai 96 juta dolar AS.

Pada 2012 ekspor furniture kayu mencapai 1,22 miliar dolar AS dan ekspor rotan olahan mencapai 202 juta dolar AS. Ekspor kedua produk tersebut, kata Alex, cenderung berfluktuasi, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius.

Berdasarkan bahan bakunya, kontribusi ekspor furniture terbesar masih dari kayu sebesar 59,5 persen, metal 8,1 persen, rotan 7,8 persen, plastik 2,3 persen, bambu-bambuan 0,5 persen, dan lainnya 21,3 persen.

"Industri furnitur adalah salah satu industri berbasis kayu atau rotan bernilai tambah tinggi dan mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Selain itu  industri ini juga memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian dalam negeri," ujar Alex.

Oleh karena itulah, Kemenperin menyelenggarakan pameran furniture dan produk interior mulai 29 Oktober sampai 1 November 2013  untuk membantu promosi produk tersebut. Sejumlah industri furniture dari  daerah ikut pada pameran tersebut antara lain dari  dari DKI Jakarta, Cirebon, dan Jepara, di samping Palu (Sulawesi Tengah).