SOT Jepara - Salah satu tujuan penting diberlakukannya Kurikulum 2013 oleh pemerintah ialah agar peserta didik mampu berpikir tingkat tinggi atau lebih disebut metakognitif. Demikian dipaparkan Instruktur Nasional Kurikulum 2013, H Achmad Slamet dalam Pelatihan Pendidikan Kognitif yang berlangsung di Pesantren Balekambang Jepara, Selasa (25/5).
Menurut Guru Besar Ilmu Manajemen Pemasaran Universitas Negeri Semarang (Unnes) metakognitif adalah berpikir tingkat tinggi. “2 + 2 = 4 itu low thingking,” contohnya.
Metakognitif jelas Slamet bagaimana peserta didik memperoleh jawaban angka empat itu asalnya darimana. “4 itu bisa 2+2, 1+3, 4+0. Jadi siswa melakukan improvisasi,” tambahnya kepada ratusan peserta yang hadir.
Prof Slamet juga menyontohkan hal yang lain. Es krim dengan harga Rp.1.000 mendapat yang seperti apa? Karena guru di kelas sebagai fasilitator siswa bisa diajak ke pasar untuk mencari tahu kepada penjual yang bersangkutan. “Apakah dengan harga Rp.1.000 pembeli sudah untung? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain,” tambahnya.
Berkaitan dengan tujuan peningkatan kemampuan pengetahuan peserta didik tingkat SMA, di SMK lanjutnya juga sama. Di SMK siswa harus bisa memecahkan masalahnya secara mandiri maka peserta didik jurusan Otomotif misalnya, harus bisa memperbaiki jika ada kerusakan.
“Makanya anak-anak SMK melakukan Praktik Industri di Dunia Usaha/ Dunia Industri sesuai dengan jurusan masing-masing. Agar mereka kreatif dan juga mampu berinovasi,” tegasnya.
Muhammad Rahardian Syarif pembicara lain menceritakan pengalamannya saat belajar di Tokyo, Jepang. Di Jakarta (Indonesia, red) jika anak-anak SD diminta menggambar, daya imajinasinya yang muncul biasanya gunung, sungai dan matahari.
“Di Jepang beda. Disana saat pelajaran menggambar dilarang sama dengan temannya. Sehingga siswa bebas berkreasi, menuangkan daya hayal semaksimal mungkin,” papar putra Hj Nurhayati Ali Assegaf.
Alhasil, menurut putra anggota Komisi 8 DPR RI tersebut siswa disana dituntut kreatif dan memiliki inisiatif. Kurikulum 2013 kata Habib Syarif, sapaan akrabnya harapannya juga demikian. Berpikir kreatif dan inisiatif. (Syaiful Mustaqim)
Menurut Guru Besar Ilmu Manajemen Pemasaran Universitas Negeri Semarang (Unnes) metakognitif adalah berpikir tingkat tinggi. “2 + 2 = 4 itu low thingking,” contohnya.
Metakognitif jelas Slamet bagaimana peserta didik memperoleh jawaban angka empat itu asalnya darimana. “4 itu bisa 2+2, 1+3, 4+0. Jadi siswa melakukan improvisasi,” tambahnya kepada ratusan peserta yang hadir.
Prof Slamet juga menyontohkan hal yang lain. Es krim dengan harga Rp.1.000 mendapat yang seperti apa? Karena guru di kelas sebagai fasilitator siswa bisa diajak ke pasar untuk mencari tahu kepada penjual yang bersangkutan. “Apakah dengan harga Rp.1.000 pembeli sudah untung? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain,” tambahnya.
Berkaitan dengan tujuan peningkatan kemampuan pengetahuan peserta didik tingkat SMA, di SMK lanjutnya juga sama. Di SMK siswa harus bisa memecahkan masalahnya secara mandiri maka peserta didik jurusan Otomotif misalnya, harus bisa memperbaiki jika ada kerusakan.
“Makanya anak-anak SMK melakukan Praktik Industri di Dunia Usaha/ Dunia Industri sesuai dengan jurusan masing-masing. Agar mereka kreatif dan juga mampu berinovasi,” tegasnya.
Muhammad Rahardian Syarif pembicara lain menceritakan pengalamannya saat belajar di Tokyo, Jepang. Di Jakarta (Indonesia, red) jika anak-anak SD diminta menggambar, daya imajinasinya yang muncul biasanya gunung, sungai dan matahari.
“Di Jepang beda. Disana saat pelajaran menggambar dilarang sama dengan temannya. Sehingga siswa bebas berkreasi, menuangkan daya hayal semaksimal mungkin,” papar putra Hj Nurhayati Ali Assegaf.
Alhasil, menurut putra anggota Komisi 8 DPR RI tersebut siswa disana dituntut kreatif dan memiliki inisiatif. Kurikulum 2013 kata Habib Syarif, sapaan akrabnya harapannya juga demikian. Berpikir kreatif dan inisiatif. (Syaiful Mustaqim)
Posting Komentar